19 Okt 2009

Bunga, Kumbang, dan Petani Bunga

kumbang-kumbang di taman jangan kau merayu….
kumbang-kumbang di taman jangan kau menggoda….
aku sekuntum bunga tak mudah kau rayu….
aku sekuntum bunga tak mudah kau goda….

Tak sengaja mendengar lagu ini diputar di studio radio tempatku menghabiskan waktu luang tiap harinya. Lagu ini sempat hits beberapa tahun lalu. Populer di antara tangga lagu dangdut lainnya. Aku nggak ingat nama penyanyinya. Cuma ingat (kalau nggak salah), di video klipnya si biduanita berjoget-joget di padang rumput. Entah apa maksudnya. Mungkin untuk menegaskan bahwa dia adalah sekuntum bunga (yang tumbuh di padang rumput).

Bukan cuma di lagu itu saja. Dalam banyak kesempatan lain (lagu maupun tulisan) seringkali disebutkan bunga dan kumbang sebagai pasangan. Seolah sudah jadi rahasia umum, bahwa bunga, pasti akan diikuti kumbang.

Pertanyaannya adalah : kenapa pasangan dari bunga adalah kumbang?
Bunga adalah tumbuhan. Kumbang adalah hewan. Beda spesies, genus, famili, bahkan kingdom! Kalau bunga menggambarkan perempuan, dan kumbang dimaksudkan sebagai laki-laki, kenapa tidak dipilih “putik” dan “benang sari”, atau “kumbang betina” dan “kumbang jantan” saja? Biar sejenis dan sekufu.

Sekali lagi, kenapa kumbang yang dipilih jadi analogi untuk laki-laki?
Kumbang mungkin dipilih karena kumbang dianggap paling sering menempel pada bunga. Kumbang juga membantu penyerbukan bunga. Tapi benarkah laki-laki seperti kumbang yang diharapkan bunga (perempuan)?

Kumbang hanya datang saat bunga mekar dengan cantiknya. Menyerap nektarnya, lalu pergi. Saat hinggap di atas bunga, kaki kumbang yang berbulu tanpa sengaja menyenggol kepala sari, hingga benang sari menempel di bulu-bulu kaki si kumbang. Lalu saat kumbang berpindah, benang-benang sari tersebut jatuh di kepala putik, entah di bunga yang sama atau di bunga yang berbeda. Terjadilah penyerbukan. Saat proses penyerbukan ini terjadi, si kumbang entah berada di mana. Mungkin sudah pulang ke sarangnya. Mungkin malah sedang hinggap di bunga lain. Toh kumbang sudah dapat nektar yang dia inginkan. Ketika mahkota bunga yang tadinya cantik itu jadi mengkerut, lantas berubah jadi buah, si kumbang juga tak ada kabarnya. Kumbang juga tak akan tahu buah yang mana yang bisa ada karena jasanya. Mungkin dia akan datang lagi saat musim mekar berikutnya. Mungkin juga tidak. Apalagi kalau dia sudah menemukan ladang bunga lain : yang lebih dekat dengan sarang lah, yang lebih banyak nektarnya lah, yang warnanya lebih menarik lah (di mata kumbang). Who knows?

Kalau diterjemahkan, kira-kira akan begini jadinya :

Laki-laki hanya datang saat perempuan sedang cantik-cantiknya. Menyerap sarinya, lalu pergi. Kalaupun selanjutnya terjadi “penyerbukan”, setelah selesai laki-laki akan melenggang begitu saja, mungkin terbang ke “bunga” yang lain. Laki-laki ini tak akan peduli pada “buah” hasil penyerbukan tadi. Ketika kecantikan si “bunga” berkurang (mungkin menua), laki-laki tak akan menengok lagi. Apalagi kalau dia sudah menemukan “bunga” yang lain : yang lebih cantik lah, lebih kaya lah, lebih muda lah, apapun alasannya.

Mengapa bunga harus layu?
Setelah kumbang dapatkan madu
Mengapa kumbang harus ingkar?
Setelah bunga tak lagi mekar

Mungkin tuhan telah takdirkan
Kumbang kumbang
Campakkan sang bunga
Setelah layu tak berguna
(Iwan Fals -- Bunga Bunga Kumbang Kumbang)


Wahai bunga, macam inikah pasangan yang kau harapkan?

If I were the flower, I will loudly say NO!!

Sama-sama membantu penyerbukan, alih-alih kumbang, untuk simbolisasi laki-laki kenapa tak dipilih petani bunga saja?

Petani bunga memang manusia. Tak akan seimbang kalau dibandingkan dengan kumbang. Tapi kumbang dan bunga itu sendiri dari awal juga tidak sekufu kan?

Lalu, kenapa petani bunga?

Petani bunga membantu penyerbukan bunga dengan kesadaran penuh, bukannya tanpa sengaja. Petani merawat bunga sejak sebelum si bunga mekar hingga bunga layu dan menjadi buah. Tidak hanya ketika bunga sedang cantik-cantiknya saja. Petani dengan penuh telaten dan tanggungjawab senantiasa “menafkahi” bunga dengan air, pupuk, dan vitamin. Tak ada petani yang memperlakukan bunganya dengan kasar dan grusa-grusu. Semua dilakukan dengan sabar dan hati-hati. Petani juga akan menjaga serta merawat buah dan bunga-bunga generasi berikutnya. Petani menyingkirkan semua pengganggu yang merusak ketentraman bunga : gulma, serangga, hama, bahkan pencuri. Petani melindungi bunga sedemikian rupa, kalau perlu dengan membangun rumah kaca. 24 jam sehari, 7 hari seminggu, petani selalu stand by untuk sang bunga. Tangan dingin petani bisa menghasilkan hal baik dari bunga seperti apapun juga. Nerium oleander (kembang jepun), Wisteria sp. (fuji), dan Cerbera manghas (bintaro) bisa jadi tanaman hias berharga mahal; atau bahkan Phaleria macrocarpa (mahkota dewa) bisa jadi minuman kesehatan. Meski aslinya beracun mematikan, keempatnya bisa jadi komoditas bernilai tinggi yang bermanfaat bagi manusia, melalui tangan seorang petani.

Kemudian lihat efeknya :

Sang bunga akan mekar dengan cantiknya sebagai balasan untuk perlakuan istimewa dari petani. Selanjutnya lahirlah buah dan bunga-bunga generasi berikutnya yang sama cantiknya dan juga berkualitas tinggi. Indahnya pemandangan ladang bunga yang sedang bermekaran pun jadi nilai tambah yang bisa dimanfaatkan petani untuk agrowisata. Keuntungan finansial sudah pasti bisa diraih petani. Tapi ada juga keuntungan lain yang lebih tak ternilai lagi : oksigen segar yang dihasilkan si tumbuhan bunga, yang setiap hari dihirup petani dan keluarganya (biasanya keluarga petani tinggal tak jauh dari ladang bunganya). Bayangkan kalau oksigen segar itu harus dibeli. Berapa harga pertabungnya? Berapa tabung perharinya? Wangi bunga segar pun jauh lebih harum daripada parfum buatan manapun juga. Aroma terapi gratis dari alam yang melimpah ruah tiada batasnya.

Relasi antara bunga dan petani bunga sesungguhnya adalah simbiosis mutualisme terindah di seluruh jagat raya ini, yang terlewatkan mata biologist manapun juga.

Maka, kalau perempuan diibaratkan sebagai bunga, hanya laki-laki yang bisa bersikap seperti petani bunga-lah pasangan terbaik untuknya. Laki-laki yang bisa menjaga, melindungi, menafkahi, menyayangi, mengayomi, hingga generasi-generasi berikutnya (anak-cucu-cicit-dst). Semua dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa keterpaksaan. Lillahi ta’ala.

Jadi, kalau kau adalah seorang perempuan, jadilah bunga yang cantik luar-dalam yang bisa menarik minat seorang petani baik, untuk merawatmu sepanjang hidupnya.
Kalau kau adalah seorang laki-laki, jadilah petani yang baik agar sekuntum bunga cantik mau mempersembahkan hidupnya dan memberikan buah-buah yang manis, hanya untukmu. [#]


===============================================================

Dedicated to any florist who still searching for his best flower for a whole life.
Also dedicated to any flower who still searching for her best florist for a whole life.
Don’t worry be happy, the best one will come to you, someday.
Just be sure, just keep ikhtiar & istiqomah.

“Tuhan tahu, hanya menunggu” ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar